Membingkai Pelajar Berkarakter, Toleran dan Cinta Damai
(Refleksi Harlah
IPNU ke 62 dan IPPNU ke 61)
Oleh: Ayub Al Ansori *)
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU)
dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), keduanya merupakan badan
otonom (Banom) dalam tubuh Nahdlatul Ulama (NU). Banom NU adalah perangkat organisasi yang
berfungsi melaksanakan kebijakan NU yang berkaitan dengan kelompok masyarakat
tertentu dan beranggotakan perseorangan. Sebagaimana fungsinya, IPNU-IPPNU dimandati mengakomodir
pelajar-pelajar dengan cakupan pelajar di sekolah baik madrasah maupun umum dan santri di pesantren. Melihat wilayah
garapan IPNU- IPPNU ini,
adalah sebuah mandat yang tidak mudah
untuk
diwujudkan.
IPNU berdiri pada tanggal 24 Februari
1954 (bertepatan 20 Jumad al-Akhir 1373 H),
disusul setahun kemudian berdiri IPPNU pada tanggal 2 Maret 1955.
Sehingga, kini IPNU sudah berusia 62
tahun dan IPPNU berusia 61 tahun, jika dihitung hingga
Februari-Maret 2016. Usia yang tergolong
dewasa untuk ukuran organisasi kepelajaran.
Mandat dan tugas pokok IPNU- IPPNU,
salah satu tugas besarnya adalah menunaikan kaderisasi dikalangan pelajar, baik
di sekolah, maupun di pesantren. Oleh karena mandat tersebut, salah satu garapan IPNU- IPPNU adalah membentuk dan
mengembangkan pendirian komisariat-komisariat sebanyak mungkin di setiap
sekolah dan pesantren. Hal ini
bukan tanpa alasan, selain untuk kaderisasi, juga merupakan upaya membentengi
para pelajar dan santri dalam mengarungi
derasnya arus globalisasi.
Dampaknya adalah arus informasi yang begitu bebas
masuk ke Indonesia, baik yang positif maupun yang negative. Implikasinya adalah
masuknya ideologi-ideologi transnasional. Tentu yang pertama kali menjadi
sasaran adalah pelajar dan santri.
Indonesia sebagai bangsa yang dikenal
mempunyai kultur moderat, santun dan sangat ramah pada siapapun, sehingga
implikasinya masyarakat bangsa Indonesia terkadang kurang mampu memproteksi dan
membendung arus budaya yang masuk melalui berbagai media, baik cetak maupun
elektronik. Pengaruh negatif
salah
satu contohnya, telah berhasil menjangkiti masyarakat Indonesia terlebih
generasi muda (baca: pelajar). Kenakalan remaja termasuk di dalamnya pelajar seperti sex bebas, penggunaan NAPZA, tawuran, Married
by Accident (MBA), serta berbagai bentuk kenakalan remaja lainnya,
seolah-olah seperti hal yang biasa dan sudah bukan hal yang aneh lagi di tengah
masyarakat sekarang ini. Selain fakta dekandensi moral, isu radikalisme juga
telah menjangkiti pelajar. Pengaruh
kaum Islam puritan telah
masuk melalui lembaga-lembaga pendidikan
dan sekolah-sekolah. Dua hal tersebut yakni dekadensi moral dan
radikalisme merupakan tantangan terbesar IPNU- IPPNU hari ini dan ke depan.
Maka dari itu, IPNU- IPPNU sebagai organisasi
pelajar dibawah naungan NU
selalu
berkomitmen terhadap bangunan dasar empat pilar kebangsaan (Pancasila, UUD
1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika), yang bertujuan membangun pelajar yang berwawasan kebangsaan. Juga tetap komitmen dalam
menjaga nilai-nilai Ahlussunnah wal jama’ah seperti toleran, moderat, dan
bersikap adil.
Membingkai Pelajar Berkarakter,
Toleran dan Cinta Damai
Permasalahan radikalisme agama di Indonesia
menjadi tantangan tersendiri bagi IPNU- IPPNU. Sebagai bagian integral dari generasi muda
Indonesia, IPNU- IPPNU mempunyai tanggung jawab yang besar dalam membantu mengatasi
permasalahan bangsa, khususnya di
kalangan pelajar. Dalam menghadapi tantangan radikalisme di kalangan
pelajar, IPNU- IPPNU selalu mengedepankan sikap dasar sesuai dengan Khittah NU 1926
yaitu meliputi cara berfikir, bersikap, dan bertindak. Cara berfikir menurut
IPNU- IPPNU
adalah cara berfikir yang seimbang antara teks keagamaan dan akal (rasionalitas). Teks agama merupakan dasar hukum dalam memahami kehidupan ini dan
untuk memahaminya tentu butuh penafsiran. Penafsiran terhadap teks inilah perlunya akal
pikiran sehingga segala teks
keagamaan tidak ditelan mentah-mentah. Sehingga cara berfikir IPNU- IPPNU merupakan perpaduan yang seimbang antara teks agama dan akal.
Cara bersikap IPNU- IPPNU adalah sikap yang toleran, moderat,
menghargai keberagaman, dan menjaga harmonisasi antar pemeluk agama. Toleransi selalu
dijunjung tinggi oleh IPNU- IPPNU. Sikap toleransi dan moderat ini merupakan
wujud dari persaudaraan internal pemeluk agama, antar pemeluk agama dan juga
persaudaraan bangsa secara tulus dan ikhlas. Beragamnya etnis dan agama di
Negara ini membutuhkan sikap saling menghargai dan menyayangi antar sesama
warga Negara. Banyak kasus kekerasan atas nama agama dan juga etnis yang
terjadi karena rasa curiga dan semakin menipisnya rasa persaudaraan. Tentunya
rasa curiga ini harus dihindari dengan selalu mengedepankan perasaan positif
dan tidak gegabah dalam menghadapi berbagai masalah serta tidak terpancing
isu-isu yang tidak jelas dari mana datangnya dan belum tentu kebenarannya.
Sedangkan cara bertindak IPNU- IPPNU adalah dengan cara
selalu berusaha semaksimal mungkin untuk terus berkarya. Sesuai dengan semboyan
IPNU- IPPNU, “Belajar, Berjuang,
Bertaqwa”. Anggota dan kader IPNU- IPPNU dituntut untuk memberikan inspirasi
bagi semua orang akan pentingnya berusaha dan pantang menyerah dalam menjalani
kehidupan. Dengan semangat ini IPNU-
IPPNU akan siap dalam mengawal dan mempelopori setiap
perubahan yang membawa manfaat bagi kemaslahatan manusia.
Dengan modal inilah IPNU- IPPNU berusaha mengawal toleransi dikalangan
pelajar dan remaja pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.
Pengejawantahan cara berpikir, bersikap dan bertindak inilah yang perlu dan harus terus dituangkan dalam berbagai kegiatan yang dilakukan di semua tingkatan
dari pusat sampai ranting (desa),
juga komisariat (sekolah/pesantren).
Namun demikian, gejala dan fakta dekadensi
moral dan penetrasi radikalisme kini
telah menjangkiti institusi pendidikan (sekolah,
pesantren, dan lembaga pendidikan lainnya) di mana seharusnya IPNU- IPPNU ada di dalamnya.
Karenanya, seantisipatif mungkin upaya dalam menyingkirkan radikalisme harus
intens digalakkan.
Dalam hemat penulis,
gerakan-gerakan dan kegiatan-kegiatan IPNU- IPPNU harus tetap konsisten dalam
upaya membendung arus pemahaman radikalisme agama di kalangan pelajar.
Aplikasinya dengan membentuk komisariat-komisariat di setiap sekolah, dan
melakukan pendampingan-pendampingan terhadap pelajar yang masih rentan terhadap
tawuran antar pelajar dan penggunaan narkoba. Dengan demikian harapan IPNU- IPPNU
dalam membingkai pelajar berkarakter, toleran, dan cinta damai ini dapat
terwujud.
Selain penguatan
internal, IPNU-IPPNU juga perlu mendorong sekolah dan pemerintah untuk tegas
dalam menindak dan menolak segala bentuk tindakan dan ajaran yang merugikan
pelajar. Sudah saatnya IPNU-IPPNU mendorong sekolah-sekolah untuk melakukan
proteksi dalam merekrut guru, khususnya guru Pendidikan Agama Islam (PAI).
Karena radikalisme di kalangan pelajar tentu muncul dari oknum guru yang
mengajarkannya. Sehingga hanya karena satu, dua orang
oknum, dapat mengakibatkan dan merubah paradigma sekolah tersebut. Dalam pada
itu, pihak sekolah harus protektif dalam menjaga proses pendidikan yang berlangsung. Tinjauan
secara terus menerus terhadap kurikulum, tenaga pengajar berikut staf-stafnya,
dan umumnya seluruh civitas sekolah harus tetap dilakukan, guna menghindari
merembesnya gejala-gejala radikalisme.
IPNU-IPPNU juga harus
selalu mendorong ketegasan pemerintah. Dalam kapasitasnya
sebagai pemegang kebijakan, pemerintah dalam hal ini harus dapat berperan
aktif. Pemerintah, dalam hal ini, agar tidak segan-segan untuk menindak tegas
sekolah-sekolah (atau lembaga pendidikan lainnya) yang berpotensi radikalis.
Terutama menindak tegas sekolah anti-Pancasila,
UUD 1945. dan NKRI. Dengan demikian, melalui Kemendiknas dan Kemenag,
Pemerintah harus mengintervensi sekolah-sekolah (terutama swasta) yang
anti-Pancasila, UUD 1955, dan NKRI untuk
wajib memasukkan mata pelajaran kewarganegaraan atau pendidikan
pancasila.
Seiring berjalannya waktu IPNU-IPPNU terus
tumbuh dewasa, terbukti jika sekarang usianya mencapai 62 tahun dan 61 tahun.
Jerih payah alm. Prof. Dr. KH. Tolchah Mansoer, SH dan alm. Nyai. Hj. Umrah Mahfudzoh dalam membangun dan
mengembangkan IPNU-IPPNU harus semakin diperkokoh keberadaannya. Bukan hanya
sebagai wujud terimakasih kepada pendirinya, lebih dari itu IPNU-IPPNU dengan visinya
dalam membangun pelajar yang berlandaskan empat pilar kebangsaan (Pancasila,
UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika) dapat membingkai pelajar yang berkarakter, toleran, dan cinta damai di semua lembaga pendidikan; sekolah, maupun pesantren.
Oleh karena itu
IPNU-IPPNU harus semakin teguh dalam
mengampanyekan Islam Nusantara
yang ramah dan santun, yakni membingkai
pelajar berkarakter, toleran dan cinta damai.
Akhirnya, Selamat Harlah (Hari
Lahir) IPNU-IPPNU,
teruslah belajar, berjuang dan bertakwa. Wallahu a’lam Bil Al Showabi.
*)
Penulis adalah Santri Pondok Kebon Jambu Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon
Post a Comment