Membangun Pelajar NU Berkarakter Toleran dan cinta damai
“Ketika
Tuhan Menjadi 3”
Di pagi yang yang cerah ini, seperti biasanya aku menjalani
rutinitasku seperti sekolah. Aku berangkat dengan sepedaku tersayang yang telah
menenemani hari-hari ku, aku sangat menikmati udara yang sejuk saat perjalanan
ke sekolah. Tidak terasa aku telah sampai didepan gerbang sekolahku, saat aku
ingin memarkirkan sepedaku, aku bertemu dengan dua sahabatku Bahrul Ulum dan
Heru. Dan namaku sendiri Abu Khafsin Almuqtafa sering dipanggil Tafa cukup
keren kan namaku hehehe…. Kami sudah bersahabat saat kami masih duduk dibangku
kelas 1 SMP dan sekarang kami sudah kelas 3 SMP. Kemudian mereka mendekatiku.
“Hey Taf kamu baru datang?” seru Ulum.
“Iya, aku baru aja datang”
“Ya udah kita ke kelas aja yuk” ajak Heru.
Saat kami berjalan menuju kelas, kami sempat ngobrol-ngobrol
tentang Ujian Nasional. Aku terkejut saat heru mengatakannya.
“Eh Taf, Ujian Nasional akan dilaksanakan dua minggu lagi” ujar
Heru.
“Wah yang bener kamu kok aku gak tau sih” dengan raut muka khawatir
dan kaget.
“Ya kamunya aja gak pernah liat pengumuman yang ditempel dimading
kemarin”timpal Ulum.
“Yakan kemarin aku pulang duluan, jadi mana aku tau”.gerutku sambil
masuk ke kelas. Disusul dua sahabatku.
Kemudia bel masuk pun berbunyi seluruh siswa memasuki kelas
masing-masing dan tak lama kemudian guru Bahasa Indonesia masuk ke kelas,
beliau adalah wali kelas kami. Sebelum memulai pelajaran Ibu guru menyampaikan
pengumuman tentang Ujian Nasional.
“Anak-anak dua minggu lagi kalian akan mengikuti Ujian Nasional.
Ibu harap kalian mempersiapkan dengan semaksimal mungkin agar kalian bisa lulus
dengan nilai yang memuaskan dan jangan lupa jaga kesehatan juga”.
Kemudian teman-teman ku pada protes.
“Bu kenapa cepat banget kan baru aja kami selesai ujian praktik
koku dah mau Ujian Nasional aja, apa gak salah Bu?” ujar temanku sambil
bertanya-tanya.
Komentar salah satu teman kelasku ini di susul dengan suara
teman-teman yang mengiyakan salah satu komentar teman kelasku ini.
“Iya…iya…iya…bu bener tu!” suasana kelas pun menjadi gaduh.
“Udah-udah jangan pada protes, ini kan udah ketentuan dinas
pendidikan jadi kalian tinggal ikutin dan persiapin belajar yang benar biar
nanti bisa lulus dengan nilai yang memuaskan dan kalian juga bisa masuk ke
sekolah yang kalian igninkan buakan” kata ibu guru.
“ Tapi bu, kan kami butuh istirahat dulu untuk memfeskan otak kami
dulu” ujar Ulum dengan nada mengeluh.
“Iya, tapikan habis Ujian Nasional kalian akan bebas. Jadi kalian
bisa memfreskan otak, buat sekarang mah belajar aja yang bener buat persiapan
Ujian Nasional”. Kata bu guru dengan lemah lembut. Dan akhirnya kelas pun
kembali tenang dan kami pun melanjutkan belajar.
Tidak terasa bel istirahat pun berbunyi, seluruh siswa berhamburan
keluar. Ada yang pergi ke kantin untuk membeli makanan atau hanya sekedar beli
minuman dan sambil ngobrol-ngobrol, ya termasuk aku dan dua sahabatku. Kami
pergi ke kantin untuk membeli makanan dan minuman sambil ngobrol membahas
masalah Ujian Nasional tau.
“Taf kamu kok tadi dikelas diem aja sih?” ujar Ulum sambil
bertanya-tanya.
“Ya terus aku harus gimana” sambil meminum jus mangga yang tadi
dipesan.
“Yakan biasanya kamu paling semangat kalau masalah-masalah protes
gini”
“Gimana ya? Percuma aja kalau aku protes juga gak bakal di undur
Ujian Nasionalnya dan akan tetap akan dilaksanakan dua minggu lagi,
yakan?” kataku.
“Iya juga sih,ya udahlah yang penting kita belajar yang serius aja,
ok!”
“Udah jangan ributin masalah Ujian Nasional mulu. Mending makan
dulu tuh baksonya”. Kata Heru sambil memakan baksonya.
Tenyata bel masuk berbunyi, akhirnya aku dan dua sahabatku langsung
bergegas masuk ke kelas. Setelah sampai dikelas aku langsung duduk ditempat
dudukku, kebetulan duduk didepan kami. Suasana kelas sedikit gaduh ada yang
ngobrol, membaca novel, ada yang nulis-nulis dipapan tulis, dan ada juga yang
tidur, dan aku sendiri masih memikirkan masalah Ujian Nasional, entah apa yang
membuatku memikirkan Ujian Nasional?. Dan kebetulan juga gurunya gak masuk
soalnya lagi rapat buat persiapan Ujian Nasional. Ada aja yang bikin terkejut,
lagi enak-enaknya ngelamun eh Heru malah ngagetin.
“Eh Taf kamu kenapa ngelamun gitu, mikirin apa sih? Mikirin masalah
Ujian Nasional?”
“Iya ini gak tau kenapa, aku kok jadi takut ya buat menghadapi
Ujian Nasional, yang tinggal dua minggu lagi”. Kataku.
“Kenapa harus ditakutin yang penting kita menjawab soalnya yakin
dan kita udah belajar. Apalagi yang harus ditakutin?”
“iya sih tapi takut aja, takut nilainya gak memuaskan “ dengan nada
yang pelan agak sedikit ketakutan.
“Udahlah jangan ditakutin, tinggal kita belajar, pasti semuanya
akan terasa mudah” ujar Heru meyakinkan.
Bel pulang pun berbunyi.
Aku siap-siap membereskan buku dan kemudian begegas untuk pulang.
Seperti biasanya aku pulang bersama dua sahabatku Ulum dan Heru, kami selalu
pulang bersama sambil bersepeda ya walaupun nanti ditengah-tengah perjalanan
kami pisah, kebetulan arah rumahku dan kedua sahabatku berbeda jalan(gang).
Akhirnya tidak tersa hari yang mendebarkan pun datang, ya hari ini
adalah hari dimana hari akan dibacakan hasil kelulusan setelah dua minggu lalu
kami menjalani Ujian Nasional dan telah selesai akhirnya hasil kelulusan pun
akan dibacakan juga. Aku takut aku tidak lulus, sedangkan dua sahabatku Ulum
dan Heru kelihatannya tidak setakut aku
“Tafa kamu kenapa koq keliatannya tegang banget?” kata Ulum.
“Iya ini aku takut tudak lulus” jawab Tafa.
“Ya ampun udahlah yakin aja kita pasti lulus ko, jangan pikirin
kita” ujar Ulum.
“Aku yakin ko kalau kita bertiga pasti lulus ko” kata Heru dengan
penuh keyakinan.
Akhirnya dibacakan juga hasil kelulusan itu dan satu per satu dari
nama kami disebutkan.
“Amel lulus dengan nilai…..”
“Ahmad lulus dengan nilai…..”
“Rista lulus dengan nilai…..”
“Heru Arnadita lulus dengan nilai….” Heru pun tersenyum lebar.
“Indra lulus dengan nilai…..”
“Bahrul lulus dengan nilai…..”
“Ulum lulus dengan nilai…..”
“Dan yang terahir Abu Khafsin Almuqtaf lulus dengan nilai terbaik”
aku pun terkejut bercampur bahagia, serentak semuanya tepuk tangan dam
kemuadian HEru dan Ulum pun mengucapkan selamat dan disusul teman yang lain.
Guruku kemudian aku dan sahabatku pun pulang, kami mulai sibuk mencari
sekolah-sekolah favorit untuk melanjutkan pendidikan kami.
Dan akhirnya aku diterimana di sekolah yang berbasis NU, Ulum
diterima disekolah yang berbasis Muhammadiyah, dan Heru diterima disekolah SMAN
umum. Ya maklumlah Cuma Heru yang tidak bersekolah yang berbasis islam karena
kami dan Heru berbeda keyakinan tapi walaupun begitu kami saling menghormati.
Waktu liburan pun berakhir sebelum kami mulai masuk sekolah. Selama
liburan kami menghabiska waktu bertiga karena kami tahu kalau nanti kita mulai
berangkat sekolah pasti kami disibukan dengan tugas dan kegiatan-kegiatan
sekolah, makanya sengaja kita menghabiskan masa sekolah untuk bermain,
jalan-jalan dan melakukan hal-hal yang positif.
Kemudian kami pun mulai berangkan sekolah lagi tapi sekarang
berbeda suasananya, teman-teman pun baru dan satu lagi, ya kami bertiga tidak
satu sekolah, walaupun kami belum terbiasa tapi nanti juga akan terbiasa,
walaupun seperti itu komunikasi kami masih berjalan dengan baik.
Suatu hari dirumahku mengadakan acara syukuran, aku pun mengundang
sahabatku Ulun untuk mengikuti tahlilan bersama, walaupun begitu aku juga
mengajak Heru ya walaupun notabennya bukan seorang muslim. Tapi saat itu dia
menolak karena ada urusan dank u berharap semoga Ulu hadir dan mengikiuti
tahlil bersama dirumah ku. Acara pun dimulai dari acara pembukaan, sambutan,
tahlil, doa, dan makan-makan, tapi ko yang bikin aku aneh kenapa ULun tidak
datang? Kenapa sih dia tidak
datang-datang.
Acarapun selesai tetapi Ulum tidak benar-benar datang aku kecewa
sama kenapa mereka jadi ko kaya gitu sih. Mereka disibukan dengan kegiatannya
masing-masing, sejak saat itu Ulum juga jadi susah untuk dihibungi.
Beberapa bulan kemudian Ulum dan Heru datang kerumahku
“Assalamu’alaikum” kata Ulum sambil mengetukan pintu,
“Iya, wa’alaikum salam” jawabku dan aku langsung bergegas
membukakan pintu.
Aku tahu kalau itu Ulum Dan Heru, kemudian aku persilahkan merekan
untuk duduk, kemudiana aku mengambil minuman dan makanan ringan untuk hidangan
mereka, setelah itu aku membawa minuman dan makanan langsung ku persilahkan
mereka untuk mencicipinya
“Ayo silahkan Her Lum dicicipi dulu?”
“Iya Taf tidak usah repot-repot” jawab Ulum.
“Iya Taf” kata Heru.
Kemudian aku pun bertanya tentang kejadian bebarapa bulan yang lalu
kepada Ulum.
“Lum kenapa kamu tidak datang diacara tahlilan dan akhit-akhit ini
kamu juga susah dihubungi’
“Iya Taf Keyakinan ku tidak dianjurkan untuk tahlilan” kata Ulum.
“Ya paling tidak dating atau kasih kabar”
“Gimana ya, orang dikeyakinan ku tidak di menganjurkan, terus aku
harus gimana?”
“Ya tapikan apa salahnya kamu datang walaupun tidak ikut tahlil”
jawab Tafa sedikit kesal.
“ Ya aku juga ingin datang tapi dikeyakinan ku tidak di anjurkan”
jawab Ulum.
“Yaudah terserah kamu lum, kamu jadi berubah memenjak kamu sekolah
yang berbasis muhammadiyah, biasanya kita bersama-sama mengikuti tahlil dan itu
tidak menjadi penghalang eh tapi semenjak kamu masuk di sekolah itu kamu jadi
kaya gini” aku pun jadi kecewa dan kesal dengan sikap Ulum.
“Eh ko kamu jadi ngomonginnya kaya gitu sih, asal kamu tahu ya Taf
ini adalah kepercyaan di aliranku, memang dulu kita selalu mengikuti tahlil
bersama, tapi sekarang kita beda aku milih keyakinan ku sendiri dan kamu juga
milih keyakinan ku sendiri dan satu lagi jangan bawa-bawa nama sekolahku karena
aku seperti ini karena kemauan ku sendiridan keluargaku mendukungnya, paham!”
ulum pun marah kepada Tafa, kemudian Heru melerai perdebatan antara aku dan
Ulum
“Udah dong kalian kaya anak kecil aja, masa gara-gara hal sepele
kalian jadi kaya gini, ah ngga asik kalian inget ngga….?” Sebelum Heru
melanjutkan ucapannya Ulum memotongnya.
“Iya tau Tafanya aja masa gara-gara masalah sepele aja jadi rebut”
ujar Ulum dengan tegas.
Aku masih terdiam karena masih kesal. Heru pun melanjutkan
ucapanya.
“Ya udah gini aja, kalian masih inget kisah Buya Hamka dan Adam
Malik. Mereka kan sama-sama orang islam walaupun merema berbeda aliran Buya
Hamkah Muhammadiyah dan sedangkan Adam Malik NU tapi ketika mereka sholat
shubuh berjamaah dan Adam Malik yang mengimami dan memakai Qunut, Buya Hamka
mengikutinya dan sebaliknya juga, jadi mereka tidak memperdebatkan dan mereka
saling toleran cinta damai dan inget satu lagi ada yang mengatakan bahwa
Ikhtilaf itu rahmat, jadi kita tinggal jalani saja dan harus saling toleran,
ngga inget kalo kita sahabat!”
Nasehat heru membuat aku dan Ulum sadar akan sikap kita yang tidak
toleran dan cinta damai. Seharusnya aku tidak seperti itu kepada ulum.
“Ulum aku minta maaf ta tidak seharusnya aku marah dan menuduhmu”
kataku dengan wajah bersalah.
“Iya Taf santai aja ya mungkin kita harus lebih dewasa lagi dalam
menyikapi masalah, dan aku juga minta maaf ya” jawabnya.
“Nah gitu dogn kan enak diliatnya” kata heru
Akhirnya kita pun tertawa bersama-sama, memang Herutuh jagonya
kalau buat orang yang lagi rebut jadi akur lagi, walaupun dia non muslim tapi
dia jago membaca buku tentang sejarah islam.
Semenjak kejadian itu kami jadi bisa lebih toleran lagi dalam
segala perbedaan dan ternyata Heru pun masuk Islam. Setelah dia menjadi seorang
mualaf dia jadi rajin belajar dan memperdalam islam lagi kemudian kita pun
berkumpuk bersama di rumahku untuk nyangka kalau kamu bakal jadi mualaf. Ya ini
adalah anugrah terbesar yang Allah berikan lewat persahabatan ini, aku jjuga
sudah tertarik sama islam dari aku kenal kalian dan bersahabat dengan kalian dari
situ aku mulai suka membaca buku tentang islam, searching-serching tentang
islam, ya dan akhirnya aku memutuskan untuk masuk islam walaupun tadinya keluargaku
tidak mengizinkannya dan aku berusaha meyakinkan mereka, dan mereka pun
mengerti dan ikut tertarik dan ikut masuk islam. Dan ini juga menjadi pelajaran
buat kita bahwa perbedaan itu bukan penghalang buat kita bersahabat.
Semenjak itu kami lebih mendekatkan diri kepada Allah dan belajar
menjadi pelajar yang berkarakter toleran dan cinta damai.
Post a Comment