KHAYALAN
FATAMORGANA
OLEH :
MUTMAINNAH ELT MOENVHY
MANU PUTRI BPC
Aku tertegun dalam
sunyi, memandangi langit yang tak lagi gelap, matahari hampir beranjak dari
tempat singgah sananya. Aku pandangi kekosongan tanpa adanya kekuatan untuk
mengubah. Dulu dan kini memang berbeda tapi aku tak mau kembali seperti dulu,
menjadi seseorang yang tak mempunyai cita-cita dan impian dan yang hanya
memikirkan kesenangan dan kepuasan batin semata. Yaaahhhh…. itulah aku yang
dulu, tapi untuk saat ini aku tak mau menjadi seperti itu lagi.
“ariiiiinnnn…..”
teriak Imah memecah lamunan.
“iya sebentar
aku lagi pake kerudung” kataku sambil bercermin.
“ayo kita
berangkat nanti telay\t” gerutu imah kesal
“iya ayo kita
berangkat” sambil menggandeng imah.
Aku dan Imah sudah
berteman lama sekali, tepatnya tiga tahun yang lalu setelah (Alm) Ayah
menyuruhku tinggal di pesantren untuk memperdalam ilmu agama dan lebih lebih
tepatnya aku suruh bertobat. Dan kini aku tinggal beberapa bulan lagi tinggal
disini, aku rasa aku sangat bodoh dalam ilmu agama dan aku ingin mencari lebih
banyak lagi disini. hmmm mungkin dengan menjadi abdi dalem di pondok ku ini,
aku ingin sekali bisa memanfaatkan tenagaku ini untuk guruku, tapi apakah
mungkin ibu mengizinkan aku, terlebih aku harus membantu ibuku mengelola usaha
ayah dan mengurusi ke-2 adikku. Tapi entahlah tunggu saja saatnya.
“rin gimana,
kamu jadi mau mencalonkan diri menjadi abdi dalem di pondok kita ?”. tanya
Imah.
“bahasamu
masih seperti anggota DPR saja” tawaku
“hahahaha…..
ya terus apa dong? Tapi aku serius rin, gimana nasibmu setelah lulus nanti”
“aku
gak tau mah, itu memang niatku dari awal aku ingin sekali menjadi abdi
dalem di pondok kita, terlebih aku
merasa ilmu agama ku belum sempurna” jelasku
“manusia
memang tidak ada yang merassa puas rin, bila sudah berhasil pasti dia akan
mencari cara lagi untuk mencapai puncak”.
“aku
bukan merasa tidak puas mah, tapi memang itu yang sebenarnya, kamu tahu aku
menyelami tentang islam baru disini, ya walaupun dari aku terlahirpun aku sudah
beragama islam dan orang tua ku selalu mengajariku mengaji, tapi disinilah aku
baru benar-benar paham tentang islam” ucapku.
“baiklah,
aku mengerti, tapi aku yakin nilaimu itu pasti bisa untuk masih di perguruan
tinggi” hibur imah
Aku memang ingin sekali kuliah imah, tapi inilah pilihan aku tidak
hanya ingin berbekal sarjana saja tanpa adanya bekal agama yang kuat dalam
diriku. Ilmu agama yang ada dalam diriku ini belum tentu bisa terus mengukuhkan
aku, aku takut aku terpeleset bahkan aku terperosok dalam jurang yang dalam dan
aku tidak bisa bangkit lagi
“arin ada info
beasiswa gratis nih, kamu tertarik engga? Aku yakin kamu bisa lulus dibeasiswa
ini” ujar Mahmud.
“ah Mahmud bisa
aja kamu, belum tentu jugalah” ujarku
“tapi aku yakin
rin kamu lulus” tegasnya
“hayoooo kalian
lagi apa berduaan” imah dating mengagetkan
“hahahahah
emang kenapa kamu cemburu ya” ledek ku
“iiihhh apa sih
engga tau” alas an Imah dengan wajah merah
“kebetulan nih
ada imah juga, kamu mau ikut engga “ tawar Mahmud
“emang banyak
engga yang ikut disini” tanya imah
“ya lumayan
sih” ada cung Ghifar juga
“cung Ghifar
ikut?” sambil menyikut aku
“tapi aku harus
minta izin sama ibuku dulu”
“baiklah lagi
pula, ujian diadakan bulan april mendatang” ucap Mahmud
Seperti biasanya
suasana dipondok mulai ramai ketika pulang sekolah, dikamarku sesak dipenuhi 15
orang penghuni, sangat pengap. Aku keluar dan duduk diantara bebatuan
memandangi aliran sungai kecil di belakang pondok, aku tertegun ketika aku
mengingat nama “Ghifar” ahhh darahku mengalir deras saat aku mendengar dan
mengingat kata itu…..
Lelaki itu dari
awal sampai hari ini aku kenal, aku sangat mengaguminya, lelaki yang hamper
sempurna itu….
Ahhh….. sudahlah
aku harus focus dengan mimpiku itu, mimpi yang ingin ku jemput siap menunggu di
depan mata.
Senja sore
menemaniku berkhayal, melukis semua mimpiku dalam barisan awan yang siap
membentuk satu tulisan mimpiku, tapi awan-awan itu pun pasti tidak cukup untuk
menuliskan semua mimpi. Beruntung hari ini aku libur dari segala aktifitas yang
menyangkut tentang diriku dan memang aku harus mempersiapkan untuk UN
mendatang, bagku UN adalah salah satu batu loncatan yang harus ku pijak untuk
sampai keatas. Jadi mungkin inilah waktunya aku menjemput semua mimpiku dalam warna
jingga yang membentang. Hingga ahirnya langit hitam menenggelamkan warnaa itu
dan langit tak ubahnya menjadi malam yang elok dan sepi ditemanin suara
jangkrik yang memekik. Hingga akhirnya aku terlelap dalam sunyi malam yang siap
menemaniku untuk menyambut esok dengan mentari yang bersinar.
Kriiiiiiinggggg…..
Bunyi alarm
dihandphone membangunkanku tepat pada pukul 02.30, aku terbangun denmgan mata
yang masih mengantuk, tapi aku harus bangun, aku ingin mengadukan rasaku kepada
Rabbku, aku berdiri sedikit demi sedikit, lalu bangkit dan berjalan memasuki
kamar mandi untuk menyegarkan pikiran ku dan mengambil aire wudhu. Ku
bentangkan sajadah disamping ranjang tidurku, bersujud penuh harap memohon
dengan sangat kepada Tuhanku dengan semua rasa yang ada pada diriku.
Sejenak aku diam,
menanti pagi dengan desiran angin di tempatku ini, suara kabut burung menyambut
keelokan sang pagi \, aku bersiap dengan ujian yang hadap kali ini……
“aku siap, aku
benar-benar siap” ucapku sambil memakai jilbab sambil menatap cermin.
“arinn……”teriak
imah mengagetkanku “iyaaaaa bawel.
Kenapa sih kamu selalu mengagetkan ku” gerutu ku lagi.
“heheheheeheh
iya deh piiisss, abisnya kamu ditungguin lama banget dari tadi” sambil
sambil menyodorkan jarinya, yaudah deh ayo kita berangkat
Suasana sekolah sangat sepi, ya memang hari ini adalan UN jadi
hanya kelas XII saja yang berangkat, aku
akan berjuang untuk memetik hasil yang kutanam selama 3 tahun bersekolah. “
Semoga hasil yang kudapat bisa menghantarkan ku untuk bisa merebut apa yang aku
impikan” ucapku dalam hati sambil mengerjakan soal yang diujuikan.
Hujan siang ini sangat deras rintikannya begitu lebat setia
menemaniku dengan asyiknya dan Imah yang
sedang duduk dengan asyiknya memandang daun berjatuhan karena air hujan.
“mah aku ingin pulang kerumah besok”
“emang mau apa???” jawab
imah masih dalam lamunannya
“aku bingung setelah kelulusan nanti mau kemana, aku harus
membicarakan ini dengan ibuku”
“ya sudahlah terserah kamu saja, tapi ada syaratnya” menatapku
“apa”
“Aku harus ikut” dengan
ekspresi tanpa dosa
“iiiihhhhhhhhh mau ngapain,
ngerepotin aja
:arin aku juga mauketemu sama bude ku tau”
Iya deh, tapiiii awas saja kalau sampai mabuk di jalan”
“ yeeehhh emang aku orang ndeso apa?”
Kami berdua terbahak dibawah hujan yang turun sangat dereas, tapi
aku yakin hujan itu masih kalah dengan suara tawa kita yang cetar, mebahana dan
menggelegar….
Barisan pohon berhias disetiap jalan, puluhan orang yang ada dalam
mobil, memandang keluar jendela, tapi apakah yang mereka fikirkan, dan entahlah
aku tidak tahu…
“ wah ini yah Jakarta “ tanya imah dengan senyum mengembang
di pipinya.
“iya mah, udah ah cepet nanti keburu sore” pintaku sambil memegang tangan imah
Perjalanan kami belum selesai kami harus menempuh jarak yang lebih
jauh lagi untuk sampai kerumah dan angkot adalah alterbativenya.
“ASSALAMUALAIKUM…..” ucapku sembari mengetuk pintu
“wa’alaikumsalam” jawab gadis kecil membuka pintu
“mba arinnnn”
Aku berjalan memasuki rumah di ikuti arin yang berjalan dibelakang
“arin, imah “ ibu menyapa penuh rindu
“Budeeee” sambil mencium tangan ibu
“kenapa engga bilang-bilang mau kesini”
“ga tau tuh arin”
“ iya bu aku sengaja ingin member kejutan dan adik-adikku tercinta”
“ya sudah madilah dulu lalu makan sebentar lagi malam”
“ iya ibuuuuuuu” sambil beranjak dari kursi.
Pagi dirumahku memang sangat berbeda dengan pagi yang biasa ku
sapa, di pondok setiap pagi, kicauan burung yang biasa kudengar setiap pagi
kini berganti dengan suara mobil yang berlalu lalang atau suara anak tetanggaku
yang nangis karena tak diberi uang.
“bu……” panggilku sambil membantu memotong bawang
“iya riinnn”
“aku ingin kuliah”
“kamu ini perempuan, nanti juga adanya di dapur”
“ tapi bu apakah semua perempuan ada di dapur”
“ya memang sudah seharusnya begitu kan”
Aku hanya bisa diam dan mulai geram dengan ucapan ibu, hancur htiku
dan hancur pula semua impianku. Dan aku putuskan untuk pulang kepondok yang
diiringi dengan rasa pilu yang mendalam, mingkin kini awan dilangit tak lagi
bisa kutulis lagi dalam fatamorgana,
semua hancur dan tak bisa kembali,.
Dua bulan berlalu, dan aku dapat berkhayal tersenyum tentang
impianku setelah mendengar penjelasanku akhirnya ibu mengerti dengan semua yang
ku inginkan.
“ariiinnn… aku lulusss” teriak imah seperti biasa
“alhamdulilllah aku jug amah, kita harus bersyukur dengan ini
semua”
“sepertinya bakal ada yang jadi adi dalem baru nih di pondok”
“iyyyaaaa dong, calon guru bahasa arab nih “ ucapku berlagak sombong
“ selamat ya rin,” tiba-tiba Ghifar dating dengan Mahmud.
“ iya terima kasih” jawabku salah tingkah dan pergi menjauhi
mereka.
Aku memandang langit dengan rona bening yang tergurat di awan,
mungkin ini kisah akhirku, aku senang aku bisa melewatinya, hingga kini aku
bisa memetiknya.
Ya inilah akhir khayalanku yang akhirnya menjadi kenyataan, aku
bisa memiliki semua khayalanku dan mewujudkan impian (Alm) Ayah untuk menjadi
sarjana ekonomi dan pastinya aku akan terus ber khayal untuk meukis semua
mimpiku
SELAMAT BERKHAYAL ^_^
Post a Comment