Lelaki Puisi dan Perempuan Menanti..
 Karya : Anis Khoerun Nisa

Aku hanyalah keterbatasan yang terangkum dalam bait-bait puisi
Sembunyi di antara rerumpunan kata-kata
Aku berteman sepi menanti senja membawa ”Lelaki Puisi”
Kulalui jalanan setapak untuk sekedar bertemu dia
Terus bertanya dan mengetuk pintu jalanan
Kapan dan dimana Engkau mempertemukan kami ?
Aku mengharap semua jawaban dariNya.

            Senja kembali menembus cakrawala langit yang mendung, hujan pun seakan ingin menghiasi di senja hari. Ku tatap rintik demi rintiknya seraya mengucap dalam hati, “Subhanallah..betapa Maha Karyanya Engkau menciptakan hujan yang mampu membasahi dunia”. Di setiap rintiknya terkandung makna yang mendalam bahwa hujan memang salah satu bentuk kasih sayang Allah kepada makhluk-Nya yang ada di bumi, tidak hanya manusia tapi juga hewan dan tanaman. Aku selalu menyukai segala hal tentang hujan, hujan bisa membuat orang-orang mendadak puitis. Hujan juga menjadi kisah klasik serta kenangan yang sulit untuk dilupakan bagi setiap remaja yang sedang di mabuk cinta.
            Sambil menatap hujan di balik jendela, ku nyalakan handphone yang sedari tadi ku pegang dan tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 06.00 p.m, segera ku sudahi saja menikmati alunan rintik hujannya.
***
            Pukul 07.00 p.m, hatiku penuh dengan rasa penasaran, siapa gerangan yang mengirim inbox (pesan masuk) di facebook-ku. Sebab jarang ku terima inbox, terkecuali saat aku online di PC (personal computer) banyak teman-teman yang menyapa di chatt untuk sekedar ‘say hello’. Ternyata dari teman facebook-ku yang belum aku kenal, sebut saja Alif.
Selamat malam
Salam kenal dari gelandangan malam yang selalu terbuai oleh kenangan semu, seperti hujan yang kau tuliskan aku pun ingin menikmati tetesnya.
Seketika hatiku berdesir, siapa dia sebenarnya? Untuk menjawab rasa penasaranku, aku cari tahu dari mana asal dia, masih sekolah atau sudah menginjak jenjang kuliah kah, dan lain-lain yang bisa menjawab semua rasa penasaranku. Setelah ‘ngepoin’ atau dalam bahasa gaul KEPO (Knowing Every Particular Object). Sedikit info, Kepo berasal dari kata ‘Kaypoh’, bahasa Hokkien yang banyak dipake di Singapura dan sekitarnya. Kepo berarti ingin tahu, atau sebutan untuk orang yang serba tahu detail dari sesuatu, apapun yang lewat di hadapannya selama itu terlihat oleh mataya walaupun hanya sekelebat.
“Uni-ver-si-tas Al-Az-har Cai-ro..”, dengan terbata-bata aku baca satu-persatu tiap suku katanya. Subhanallah.. siapa orangnya yang tak ingin menuntut ilmu di sana, Negeri Para Nabi. Yang aku tahu, mereka yang menuntut ilmu di sana adalah orang-orang yang mempunyai latar belakang agama yang lebih dan notabenenya adalah berasal dari Pondok Pesantren. Hmm..hatiku berdecak kagum pada mereka yang mempunyai kesempatan menuntut ilmu di Negeri Para Nabi.
Masih dengan suasana hati yang berdesir, ku coba membalas inboxnya,
Aku bukan pujangga
Aku tak pantas menjadi perempuan puisi
Tapi hujan telah membiusku bak seorang yang ‘sok’ puitis
Ajaib bukan hujan itu?
Beberapa saat kemudian, muncul 1 pesan di layar facebook-ku..
Puisi untuk gadis cirebon,
Malam merambat menuju puncak Ciremai
Menutup senja di ufuk Gebang
Para ziarah membacakan tahlil di makam Sunan
Aku menikmati gadis Cirebon dengan setetes hujan
Kau adalah perempuan puisi
Yang menghabiskan malam dengan kata-kata
Sementara rembulan harus iri melihat gerai rambutmu yang gelombang
Kau sesekali meniupkan kata pada rembulan
Lalu memantul hingga ke sini, Negeri Para Nabi
Selamat malam.
##
Nampaknya aku semakin tenggelam dan ingin menyelam lebih dasar dalam lautan kata-kata puitis
Lelaki Mesir kah kau?
Sampaikan salamku di ujung Piramid sana. (Balasku)
           
            Kuguratkan senyum di bibirku, terima kasih telah melukis senyum di wajahku. Memunculkan atmosfer semangat yang sempat pergi entah kemana. Setidaknya malam ini aku bisa tidur bersama senyum dan semangat darinya.
***
            Mentari menyapaku dengan senyuman seakan tahu apa yang aku rasakan, indah sekali pagi ini. Aku lebih semangat menjalani aktivitasku hari ini. Tidak hanya mentari, ada juga yang menyapa pagiku di dunia maya;
Selamat pagi..selamat sambut mentari
Semoga hari ini embun menyaksikan gadis pantai menjelma bidadari
Aku hanya membalas dengan ‘emot’ senyuman. J
Aku tahu, Cinta itu anugerah dari-Nya. Cinta itu tak terdefinisi seperti hujan yang mendinginkan bumi. Rintik airnya memancarkan kesejukan pada tanah yang menangis meratapi musim kemarau. Tapi aku tak tahu, apa ini benar-benar cinta atau sekedar rasa kagum. Ah..entahlah.
“Yaa muqalibal qulub, tsabit qalbi ‘ala dinika. Wahai Allah Yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.”
***
            Detik demi detik, menit demi menit dan waktu yang terus berputar, hingga minggu ke minggu tak ada lagi yang ku sebut ‘Lelaki Puisi’, tidak ada lagi puisi-puisi indah yang menghiasi layar HP-ku. Rinduku sebatas puisi bagimu. Kagumku sebatas bait-bait yang terkandung dalam puisimu. Aku terimajinasi oleh sosok lelaki puisi sepertimu. Konyol memang, mengagumi dalam kebisuan. Kadang, sesekali aku membuka akunku untuk sekedar menengok berharap pesan masuk darimu kembali hinggap menghiasi layar HP. Yang ku dapat hanya kekosongan dan kemustahilan. Aku hanya menjadi ‘Perempuan Menanti’ bagimu.
            Aku sadar, hidup bukan berbicara soal cinta saja. Aku teringat sebuah kalimat yang aku baca dari salah satu artikel..
-Hidup manusia itu seperti sebuah BUKU. Sampul depan adalah tanggal lahir, sampul belakang adalah tanggal pulang. Tiap lembarannya adalah hari-hari dalam hidup kita. Ada buku yang tebal, ada pula yang tipis. Hebatnya, seburuk apapun halaman sebelumnya selalu tersedia halaman selanjutnya yang bersih, baru dan tiada cacat. Sama dengan hidup kita, seburuk apapun kemarin, Allah selalu menyediakan hari yang baru untuk kita. Kesempatan yang baru untuk melakukan sesuatu yang benar setiap hari, memperbaiki kesalahan, melanjutkan alur cerita yang sudah ditetapkan-Nya-.
            Man Shabara Zhafira, siapa yang bersabar akan beruntung. ‘Mantera’ ampuh -selain Man Jadda Wajada- bagi siapa saja yang melafalkan kalimat ini saat kita hilang kendali di zona sabar. Seiring berjalannya waktu, aku tersadar dari imajinasiku. Kejadian kemarin sebatas variasi dalam hari-hariku. Tak pernah ada harapan lebih untuk menjadi ‘Perempuan Puisimu’. Mengagumimu dalam diam itu lebih baik. Karnamu, aku bisa berpuisi meski tak seindah pujangga sepertimu. Karnamu, Inspirasiku. J

Aku Mencintai orang-orang Shalih, meskipun aku bukan bagian dari mereka.
Aku pun membenci Ahli Maksiat, meskipun aku bagian dari mereka.
-Imam Syafi’i-


Labels:

Post a Comment

Author Name

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.